Category: Buku Maria


Ibu Yang Jaya

196. Paulus (2Kor 2:14) menyatakan bahwa dalam kehidupannya sebagai rasul merasa dirinya sebagai seorang hamba, tawanan perang, yang oleh Kristus dibawa serta berkeliling dalam pawai kemenangaNya sendiri. Sang rasul merasa dirinya terlibat dalam hal ihwal Kristus yang mirip dengan jalan kejayaan. Yang sama boleh dikatakan tentang semua orang beriman, khususnya mengenai ibu Yesus yang sebagai orang beriman unggul, secara unggul terlibat dalam pawai kejayaan anaknya. Memang hal ihwal Yesus, yang memuncak dalam wafat dan kebangkitanNya diartikan sebagai drama kosmik, perjuangan Allah yang berjaya (Kol 2:15). Kehidupan orang beriman pun dilihat sebagai keterlibatan dalam perjuangan kosmik itu menuju kemenangan (Ef 6:10-17).

A. MARIA DALAM PERISTIWA PENYELAMATAN

1. Terlibat dalam hal ihwal Yesus
197. Mariologi (dan terlebih devosi) selalu bertendensi memparalelkan ibu Yesus dan anaknya. Tendensi itu misalnya tampil dalam dokumen konsili Vatikan II (LG N. 57-59). Maksud tendensi itu ialah melibatkan Maria dalam hal ihwal Yesus Kristus. Maka konsili Vatikan II dengan meringkaskan pendekatan itu tidak segan menyebut Maria “rekan” (socia) dan “pekerja sama” (cooperata) Juru selamat (LG N. 58.61). Oleh karena puncak penyelamatanNya ialah penderitaan/kematian dan kebangkitanNya, maka tidak mengherankan Mariologi berusaha memperlihatkan keterlibatan Maria justru dalam kedua hal ihwal Yesus itu. Seperti Kristus (harus) menderita dan demikian masuk ke dalam kemuliaanNya (Luk 24:26), demikian Maria secara khusus turut menderita dan turut dimuliakan (bdk. Rm 8:29-30). Dipertanyakan sejauh mana keterlibatan Maria itu bermakna bagi orang-orang lain, mana peranan Maria dalam karya penyelamatan?

198. Di muka sudah diuraikan bahwa Maria tentu saja terlibat dalam tampilnya Yesus di muka bumi ini. Maria kan ibu Yesus, tidak hanya secara fisik dan biologik, tetapi juga secara personal dan spiritual. Maria sepenuhnya merelakan diri menjadi ibu Yesus dengan sepenuh-penuhnya menerimaNya. Keibuan Maria itu pasti menyangkut semua manusia. Sebab anaknya nyatanya Juru selamat dunia. Maka adanya Juru selamat itu dan adanya penyelamatan dalam umat manusia bergantung pada ibu Yesus, meskipun Yesus sebagai Juru selamat tentu saja tidak bergantung pada Maria. Dengan arti demikian konsili Vatikan II mengulang apa yang dikatakan Ireneus pada abad II: Maria adalah sebab (causa) penyelamatan (salutis) (LG N.56).

199. Cara bicara macam itu hanya mau menonjolkan relasi “ibu-anak”, yang terjalin antara Maria dan Yesus, Juru selamat. Maria tidak terpaksa, tetapi dengan bebas menjadi ibu Juru selamat itu. Di garis mendatar Yesus bergantung pada ibuNya, seperti setiap anak bergantung pada ibunya. Tetapi di garis tegak lurus Maria (dan Yesus) bergantung pada Allah, Pencipta dan Juru selamat dasar. Meskipun dengan rela Maria menjadi ibu Yesus, namun oleh Allah ia dipilih dan disanggupkan secara personal menjadi ibu Juru selamat. Dan kesanggupan itu serta keselamatan Maria tergantung pada pilihan Allah demi Juru selamat dunia, Yesus, anak Maria. Dan dengan demikian kesanggupan dan keselamatan Maria bergantung pada Yesus, anaknya. Dalam tata ketergantungan ada suatu dialektik antara Maria dan Yesus.

200. Selanjutnya Maria terlibat dalam hal ihwal anaknya di masa mudanya, seperti digambarkan Mat 1-2 dan Luk 1-2. Hanya, seperti sudah dicatat, dalam kisah Mat Maria sebenarnya tidak berperan aktif; yang tampil ke depan ialah Yusuf (Mat 1:20.24.25; 2:13-14.20.22-23). Satu-satunya ayat yang menonjolkan Maria ialah Mat 2:11. Para majus itu melihat “Anak itu bersama Maria ibuNya”. Yusuf hilang dari panggung. Sebaliknya dalam kisah Luk 1-2 Marialah yang berperan aktif. Ia mempertemukan anak dalam kandungannya dengan Yohanes Pembaptis dalam rahim ibunya (Luk 1:39-45). Marialah aktif waktu Yesus dilahirkan (Luk 2:6-7). Simeon memberkati Maria dan Yusuf (Luk 2:34), tetapi hanya mengikutsertakan ibuNya dalam hal ihwal Yesus nanti, yang menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel (Luk 2:34.35). Hanya Maria sampai menegur Yesus (Luk 2:48) dan hanya dialah yang menyimpan segala peristiwa itu dalam hati dan merenungkannya (Luk 2:19.52). Di lain pihak, menurut Luk 2:49, Yesus menolak keterlibatan Maria (dan Yusuf) dalam tindakanNya sebagai unsur penentu.

201. Dalam Injil-injil Sinoptik Maria tidak tampil sebagai terlibat dalam hal ihwal Yesus. Bahkan menurut Mrk 3:21.31-35 Yesus dengan tegas menolak Continue reading

Ibu Yang Suci

123. Relasi personal-fisik antara Yesus Kristus, Juru selamat dan Tuhan jemaah, dengan IbuNya selayaknya mengikutsertakan Maria dalam relasi yang melalui Yesus Kristus terjalin antara Allah yang kudus dan manusia yang dikuduskan olehNya. Tidak mengherankan Mariologi berusaha menjernihkan sedikit relasi Maria dengan Allah yang Kudus itu.

A. SUCI DAN KUDUS
124. Perjanjian Baru agak sering menyebut semua orang beriman sebagai “orang suci” (Kis 9:13.32.41; 26:10; Rm 1:7; 8:27; 15:25). Barangkali lebih baik kata Yunani “hagios” diterjemahkan dengan “(orang) kudus”. Kata Indonesia “suci” terlalu kabur artinya. Kata itu dapat berarti: suci secara ritual (berlawanan dengan najis) atau “suci” secara seksual (gadis yang suci, searti dengan murni); dapat juga mempunyai arti moral (suci ialah tidak berdosa). Tetapi kalau Perjanjian Baru menyebut orang Kristen sebagai “orang suci”, pastilah “suci” itu bukanlah kesucian ritual dan pun pula bukan “suci” secara moral. Juga orang-orang Kristen generasi pertama kerap kali amat jauh dari kesempurnaan moral.

125. Kata Arab/Indonesia “kudus” lebih tepat oleh karena “kudus” aslinya memang suatu sifat Allah. Artinya: Allah lain sama sekali dari segala apa yang bukan Allah. Orang-orang Kristen, lepas dari moralnya, disebut “kudus” oleh karena menjadi peserta dalam kekudisan ilahi dan kekudusan Yesus Kristus, yang memang “kudus” (Yoh 6:69). Mereka malah menjadi peserta dalam “kodrat ilahi”, seperti dikatakan 2Ptr 1:4. Sampai dengan hari ini dalam Gereja Timur biasa sekali dikatakan bahwa manusia “diilahikan”. Continue reading

Maria, Ibu-Perawan

51. Dalam refleksinya atas iman kepada Yesus umat Kristen mengikutsertakan juga ibu Yesus. Dengan jalan itu iman umat melampaui apa yang diketahui seorang ahli ilmu sejarah. Penjernihan iman akan Yesus Kristus serentak menjernihkan peranan ibuNya.

A. IBU YESUS
1. Maria, ibu Tuhan jemaah
52. Apa yang pasti dan terbuka untuk penelitian ilmu sejarah, berdasarkan Perjanjian Baru, ialah: Maria adalah ibu Yesus. Kenyataan itu mempunyai relevansi kristologiknya. Segi kristologik itu disoroti oleh Paulus (Gal 4:4), yang menandaskan: “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya (Yesus) yang jadi lahir dari wanita”. Pertama-tama Paulus mau mengatakan sesuatu tentang Yesus Kristus. Sama seperti manusia Ia jadi lahir dari wanita (bdk. Mat 11:11). Dengan demikian Yesus, Anak Allah menurut Paulus, ditempatkan dalam rangkaian manusia. Untuk menyebut ibu Yesus (tanpa nama) Paulus menggunakan kata Yunani yang umum sekali (Guné). Kata itu dapat berarti “perempuan” pada umumnya, tetapi juga “istri”. Paulus hanya mengkualifikasikan ibu Yesus sebagai “perempuan”, entahlah ia seorang istri.

53. Hanya orang boleh menanyakan: Mengapa Paulus menyebut ibu Yesus sebagai “perempuan” dan tidak sampai menyebut ayah Yesus sebagai “laki-laki”. Rm 1:8 berkata tentang Anak Allah (Yesus) yang “menurut daging (jadi lahir) dari benih (keturunan) Daud”. Mengapa dalam Gal 4:4 Paulus tidak mengatakan misalnya: yang jadi lahir / diperanakkan dari seorang laki-laki? Mungkinkah Paulus tidak pertama-tama berpikir kepada ibu historik Yesus, melainkan kepada wanita pertama (Hawa), yang menjadi “ibu segala yang hidup” (Kej 3:20), tetapi justru dalam melahirkan anak menjadi terkutuk (Kej 3:16)? Mungkin sekali Paulus mau memasukkan Yesus ke dalam keturunan wanita yang terkutuk, supaya kutuk itu dibatalkan olehNya (bdk. Kej 3:15). Continue reading

Maria, Ibu Yesus

23. Kalau Mariologi mau menjadi teologi sejati, pemikiran terarah dan teratur mengenai apa yang diimani umat Kristen, maka mesti bertitik tolak kesaksian umat semula, seperti yang termaktub dalam Perjanjian Baru. Jika teologi itu tidak mau menjadi mitologi, ia mesti, bersama dengan iman umat perdana, berurat akar dalam sejarah. Maka bab pertama Mariologi ini mulai dengan Perjanjian Baru dan dasar historiknya.

A. IBU YESUS DALAM SEJARAH

24. Kalau disisihkan sebentar Mat 1-2 dan Luk 1-2, maka nama Maria, ibu Yesus, hanya tiga kali disebutkan dalam Perjanjian Baru, yaitu: Mat 13:55; Mrk 6:3 dan Kis 1:4. Tanpa disebutkan namanya ibu Yesus tampil dalam Mat 12:46; Mrk 3:31; Luk 8:19. Yoh tidak pernah menyebut nama ibu Yesus, tetapi menampilkannya sampai dua kali (Yoh 2:1-3.5; 19:25.26) dan sekali menyebutkannya (Yoh 6:42).

25. Atas dasar ayat yang serba sedikit itu mesti diakui bahwa informasi historik yang ada tentang Maria, ibu Yesus, serba terbatas. Secara historik hanya diketahui atas dasar ayat-ayat itu bahwa Yesus mempunyai ibu yang bernama Maria. Nama itu amat lazim di kalangan Yahudi. Dalam Perjanjian Baru sajalah banyak wanita yang bernama Maria. Ada Maria Magdalena (Mat 27:56; 28:1; Mrk 15:40.47; 16:1; Luk 8:2; 24:10; Yoh 19:25; 20:1.11.16.18), Maria Ibu Yakobus (Mat 27:56.61; Mrk 15:40.47; 16:1; Luk 24:10), Maria istri/saudara Klopas (Yoh 19:25), Maria saudari Marta (Luk 10:39-42; Yoh 11:1 dst.; 12:3), Maria ibu Markus (Kis 12:12) dan seorang wanita Kristen (Rm 16:6).Yesus dapat dikatakan “bin Maria” (Mrk 6:3), tetapi lebih sering tampil sebagai “bin Yusuf” (Luk 3:23; 4:22; Yoh 1:45; 6:42). Juga Paulus (Gal 4:4) menerima bahwaYesus mempuyai ibu.

26. Maka tentang hal ihwal Maria dengan mendasarkan diri pada Perjanjian Baru (kecuali Mat 1-2; Luk 1-2) kita tidak tahu apa-apa, kecuali yang dikatakan dalam Mrk 3:31. Mengingat corak Injil Yoh, maka apa yang diceritakan tentang ibu Yesus (Yoh 2:1 dst., 19:25 dst.) tidak dapat dipastikan sebagai informasi historik. Rupanya Maria tidak berperan dalam kehidupan Yesus setelah dewasa dan tampil ke depan umum. Mengingat Mrk 3:21.31-35 nampaknya Yesus memutuskan hubunganNya dengan familiNya, termasuk ibuNya. Atas dasar Kis 1:14 dapat disimpulkan bahwa Maria menjadi anggota jemaah perdana di Yerusalem bersama dengan sanak saudara Yesus yang lain. Selanjutnya Maria tidak berperan sama sekali dalam Kis. Kalau namanya disebut dalam Kis1:14 boleh diduga bahwa penulis Kis mendapat informasi itu dari tradisi sebelumnya, sehingga Maria sebagai anggota jemaah perdana bukan ciptaan penulis saja. Tetapi bagaimanapun juga rupanya ibu Yesus pada jemaah perdana tidak memegang peranan khusus, seperti misalnya Yakobus, saudara Tuhan (Gal 1:19; 2:9.12; 1Kor 15:7; Kis 12:17; 15:13; 21:18) dan sanak saudara Yesus yang lain (1Kor 9:5; Yoh 7:5; 20:17). Continue reading

Mariologi – Pendahuluan

PRAKATA

Terbitnya buku Seri PUSTAKA TEOLOGI, dimaksudkan untuk menyediakan bacaan teologis, sebagai perkenalan bagi mereka yang ingin mengetahui teologi, dan sebagai penyegaran bagi mereka yang pernah studi teologi.
Karena teologi merupakan refleksi atas iman, diharapkan bahwa buku Seri PUSTAKA TEOLOGI dapat membantu semua saja dalam usaha mempertanggungjawabkan iman dalam dialog dengan tantangan-tantangan zaman dewasa ini.

Redaksi/Penanggung jawab Seri
Dr. J.B. Banawiratma, SJ.
Dr. Tom Jacobs, SJ.

KATA PENGANTAR

Dibandingakan dengan masa sebelum konsili Vatikan II perhatian yang dalam teologi diberikan kepada ibu Yesus agak berkurang. Tak terpungkiri juga bahwa di berbagai daerah dunia Katolik “devosi” umat kepada Maria merosot, malah di sana sini devosi itu mengalami semacam krisis. Banyak praktek devosional yang sudah lazim dalam tradisi umat Katolik kehilangan dampaknya.

Karya ini tentu saja tidak bermaksud mengulangi gejala itu. Maksudnya cukup sederhana dan umum. Hanya mau disajikan dalam karya ini suatu misi menyeluruh tentang ibu Yesus seperti terdapat dalam ajaran Gereja Katolik yang l.k. resmi. Sekaligus “devosi marial” mau disoroti dan dibenarkan.

Maka bukan maksudnya menyajikan suatu “visi baru”, kalau masih dapat ditemukan. Disinggung sedikit pendekatan baru yang akhir-akhir itu muncul, tetapi yang dampaknya tidak luas atau mendalam.
Karya ini dalam Bahasa Indonesia (mudah-mudahan tidak terlalu berbelit-belit) barangkali untuk pertama kalinya memaparkan visi Gereja Katolik menyeluruh tentang peranan Maria dalam tata penyelamatan dan dalam kehidupan umat Katolik. Sedikit juga dikatakan mengenai pendirian gereja-gereja Reformasi tanpa meninggalkan suatu polemik dengan pendirian itu.

Semoga karya ini berguna sedikit bagi umat Katolik di Indonesia demi kemuliaan Allah dan Tuhan Yesus Kristus yang nampak pada wajah ibu-Nya. Dengan harapan yang kiranya sama P.Yohanes-Paulus menentukan tahun1987-1988 sebagai tahun Maria (6 Juni – 15 Agustus) untuk menyongsong tahun 2000 sejak tampilnya Juru Selamat.

Yogyakarta, 26 April 1987
Dr.C. Groenen OFM.

PENDAHULUAN

1. Mariologi merupakan sebagian dari teologi dogmatik spekulatif. Mariologi ialah: refleksi teologik mengenai Maria, ibu Yesus, kedudukan dan peranannya dalam karya penyelamatan Allah. Refleksi tersebut haruslah berpangkal pada Kitab Suci dan tetap tinggal dalam rangka iman Gereja Kristus, khusunya Gereja Roma Katolik, setelah Gereja Kristus yang tetap mesti satu nyatanya terpecah menjadi Gereja Ortodoks-Yunani (sejak tahun 1045) dan gereja-gereja, jemaah Reformasi sejak abad XVI dan Gereja Roma Katolik.

2. Tentu saja agak mengherankan bahwa dalam teologi Katolik ada suatu “Mariologi” di samping Kristologi, Soteriologi, Eklesiologi, Sakramentologi dan sebagainya. Sebab di samping Allah dan Yesus Kristus tidak ada satu pun orang lain yang menjadi pokok refleksi teologik khusus, kecuali Maria. Teologi ialah refleksi iman mengenai Allah dalam relasi timbal balik dengan manusia, sebenarnya hanya ada dua bagian atau cabangnya. Kedua bagian itu ialah Kristologi, ialah ajaran dan refleksi tentang Yesus Kristus, dan Eklesiologi ialah ajaran dan refleksi mengenai Gereja Yesus Kristus. Kristologi bertitik tolak Allah dan Eklesiologi bertitik tolak manusia (yang diselamatkan). Dalam kerangka Kristologi dapat dan mesti dibahas Allah Tritunggal, Roh Kudus (Pneumatologi) dan Soteriologi. Pokoknya: Dalam rangka Kristologi dibahas Allah yang bagaimana mengerjakan apa dan berkarya bagaimana demi untuk keselamatan manusia. Sedangkan dalam kerangka Eklesiologi, dibahas Gereja sebagai misteri dan lembaga, Sakramen, Kasih karunia (Rahmat) Allah pada manusia. Pokoknya dalam rangka Eklesiologi dibahas:Manusia yag bagaimana menanggapi karya Allah dan dengan cara yang bagaimana manusia, baik secara perorangan maupun dalam kebersamaan menjadi selamat. Continue reading